Kamis, 24 Mei 2012

FARMAKOKINETIK
Farmakokinetika adalah suatu ilmu yang mempelajari kuantitas obat dalam tubuh sehubungan dengan waktu. Dengan kata lain, farmakokinetika mempelajari bagaimana proses-proses absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi terjadi, berdasarkan kadar obat yang terukur dalam cairan tubuh vs waktu setelah pemberian. Parameter-parameter farmakokinetik yang ditemukan kemudian, memerlukan penerjemahan secara praktis agar dapat dipahami aplikasinya.
            Seperti telah dikemukakan dalam kuliah semester yang lalu, profil farmakokinetika yang paling sederhana dapat diperoleh pada pemberian obat dengan dosis tunggal (1 kali pemberian). Secara ringkas, suatu obat diberikan dengan dosis tertentu, kemudian diikuti dengan pengambilan sampel-sampel darah/serum/plasma untuk diukur kadar obatnya pada waktu-waktu tertentu. Kadar obat dan waktu kemudian diplot dalam suatu kurva, sehingga didapatkan profil farmakokinetik.
                        
           Parameter-parameter farmakokinetik kemudian dihitung secara matematis, meliputi tetapan kecepatan absorpsi (Ka), kadar puncak obat dalam darah/serum/plasma (Cmax), waktu untuk mencapai kadar puncak (Tmax), tetapan kecepatan eliminasi (Kel), waktu paro eliminasi (T1/2) dan luas daerah di bawah kurva kadar obat vs. waktu (AUC).

Tetapan Kecepatan Absorpsi (Ka)
Tetapan kecepatan absorpsi menggambarkan kecepatan absorpsi, yakni masuknya obat ke dalam sirkulasi sistemik dari absorpsinya (saluran cerna pada pemberian oral, jaringan otot pada pemberian intramuskuler, dsb). Nilai ini merupakan resultante dari kecepatan disolusi obat dari bentuk sediaannya dari pelarutannya dalam lingkungan tempat absorpsi, proses absorpsi itu sendiri, dan proses lebih jauh yang mungkin telah berlangsung, yakni distribusi dan eliminasi. Bila terjadi hambatan dalam proses absorpsi, akan didapatkan nilai Ka yang lebih kecil. Satuan dari parameter ini adalah fraksi persatuan waktu (jam-1 atau menit-1). Selain Ka, gambaran kecepatan disolusi juga bisa diperoleh dari nilai Tlag (lag-time), yakni tenggang waktu antara saat pemberian obat dengan munculnya kadar obat di sirkulasi sistemik (darah/serum/plasma). Satuan untuk Tlag adalah jam atau menit.
Contoh:
Contoh obat yang dapat diberikan melalui infus yaitu metronidazol ( 500 mg metronidazol dalam 100 ml infus). Metronidazol bekerja sebagai bakterisid, amubisid dan trikomonasid.
Setelah pemberian infus IV selama 1 jam dengan dosis 15 mg/kgBB kemudian diikuti dengan pemberian infus IV metronidazol Hcl selama 1 jam dengan dosis 7,5 mg/kgBB setiap 6 jam pada orang dewasa sehat, konsentrasi puncak metronidazol dalam plasma rata-rata 26 μg/ml dan konsentrasi yang mantap dalam plasma rata-rata 18 μg/ml. Dalam satu studi crossover pada orang dewasa, daerah bawah kurva (AUCs = area under the concentration – time curves) tidak ada perbedaan secara signifikan pada pemberian dosis metronidazol tablet 500 mg dengan dosis infus IV tunggal 500 mg metronidazol HCl yang diberikan selama 20 menit.

Waktu Mencapai Kadar Puncak (Tmax)
Nilai ini menunjukkan kapan kadar obat dalam sirkulasi sistemik mencapai puncak. Di samping Ka, Tmax ini juga digunakan sebagai parameter untuk menunjukkan kecepatan absorpsi, dan parameter ini lebih mudah diamati/dikalkulasi dari pada Ka. Hambatan pada proses absorpsi obat dapat dengan mudah dilihat dari mundurnya/memanjangnya T max. Satuan: jam atau menit.
Contoh:
            Kadar obat puncak adalah konsentrasi plasma tertingi dari sebuah obat pada waktu tertentu. Jika obat diberikan secara oral, waktu puncaknya mungkin 1 sampai 3 jam setelah pemberian obat, tetapi jika obat diberikan secara intravena, kadar puncaknya mungkin dicapai dalam 10 menit. Sampel darith harus diambil pada waktu puncak yang dianjurkan sesuai dengan rute pemberian.
Kadar terendah adalah konsentrasi plasma terendah dari sebuah obat dan menunjukkan kecepatan eliminasi obat. Kadar terendah diambil beberapa menit sebelum obat diberikan, tanpa memandang apakah diberikan secara oral atau intravena. Kadar puncak menunjukkan kecepatan absorpsi suatu obat, dan kadar terendah menunjukkan kecepatan eliminasi suatu obat. Kadar puncak dan terendah diperlukan bagi obat-obat yang memiliki indeks terapeutik yang sempit dan dianggap toksik, seperti aminoglikosida (antibiotika) Jika kadar terendah terlalu tinggi, maka toksisitas akan terjadi.

Kadar Puncak (Cmax)
            Kadar puncak adalah kadar tertinggi yang terukur dalam darah/serum/plasma. Nilai ini merupakan resultante dari proses absorpsi, distribusi dan eliminasi, dengan pengertian bahwa pada saat kadar mencapai puncak, proses-proses absorpsi, distribusi dan eliminasi berada dalam keadaan seimbang. Selain menggambarkan derajad absorpsi, nilai Cmax ini umumnya juga digunakan sebagai tolok ukur, apakah dosis yang diberikan cenderung memberikan efek toksik atau tidak. Dosis dikatakan aman apabila kadar puncak obat tidak melebihi kadar toksik minimal (KTM). Satuan parameter ini adalah berat/volume (ug/ml atau ng/ml) dalam darah/serum/plasma.

*  Tetapan Kecepatan Eliminasi (Kel)
            Tetapan kecepatan eliminasi menunjukkan laju penurunan kadar obat setelah proses-proses kinetik mencapai keseimbangan. Satuannya adalah fraksi per waktu (jam-1 atau menit-1). Nilai ini menggambarkan proses eliminasi, walaupun perlu diingat bahwa pada waktu itu mungkin proses absorpsi dan distribusi masih berlangsung. Secara praktis, nilai ini kemudian diterjemahkan kedalam parameter lain, yakni T 1/2. Tetapan ini dapat ditentukan dengan rumus:
Kel= 0,693/ T ½

*   Waktu Paro Eliminasi (T1/2)
            Secara definitif, waktu paro eliminasi adalah waktu yang diperlukan agar kadar obat dalam sirkulasi sistemik berkurang menjadi separonya. Nilai parameter ini merupakan terjemahan praktis dari nilai Kel. Nilai T 1/2 ini banyak digunakan untuk memperkirakan berbagai kondisi kinetik, misalnya kapan obat akan habis dari dalam tubuh, kapan sebaiknya dilakukan pemberian ulang (interval pemberian), kapan kadar obat dalam sirkulasi sistemik mencapai keadaan tunak (steady state) pada pemberian berulang, dsb. Nilai T 1/2 ini dapat dihitung dengan rumus 0,693/Kel.
Contoh:
            Waktu paruh, dilambangkan dengan t1/2, dari suatu obat adalah waktu yang dibutuhkan oleh separuh konsentrasi obat untuk dieliminasi. Metabolisms dan eliminasi mempengaruhi waktu paruh obat, contohnya, pada kelainan fungsi hati atau ginjal, waktu paruh obat menjadi lebih panjang dan lebih sedikit obat dimetabolisasi dan dieliminasi. Jika suatu obat diberikan terns menerus, maka dapat terjadi penumpukan obat.
            Suatu obat akan melalui beberapa kali waktu paruh sebelum lebih dari 90% obat itu dieliminasi. Jika seorang klien mendapat 650 mg aspirin (miligram) dan waktu paruhnya adalah 3 jam, maka dibutuhkan 3 jam untuk waktu paruh pertama untuk mengeliminasi 325 mg, dan waktu paruh kedua (atau 6 jam) untuk mengeliminasi 162 mg berikutnya, dan seterusnya, sampai pada waktu paruh keenam (atau 18 jam) di mana tinggal 10 mg aspirin terdapat dalam tubuh. Waktu paruh selama 4-8 jam dianggap singkat, dan 24 jam atau lebih dianggap panjang. Jika suatu obat memiliki waktu paruh yang panjang (seperti digoksin:. 36 jam), maka diperlukan beberapa hari agar tubuh dapat mengeliminasi obat tersebut seluruhnya.
            Jadi waktu paruh eliminasi adalah waktu yang didapat, dari pengukuran jumlah kadar serum suatu obat dalam plasma darah. waktu diukur dari kadar serum tertinggi hingga setengah dari kadar serum itu dalam plasma

*  Luas Daerah di Bawah Kurva (AUC)
            Kadar obat dalam sirkulasi sistemik (darah/serum/ plasma) vs. waktu (AUC) Nilai AUC (Area Under Curve) dapat dihitung pada berbagai periode pengamatan, sesuai kebutuhan,  misalnya AUC0-12, AUC0-24 atau AUC0-~. Nilai ini menggambarkan derajat absorpsi, yakni berapa banyak obat diabsorpsi dari sejumlah dosis yang diberikan. Dengan membandingkan nilai AUC pemberian ekstravaskuler terhadap AUC  intravena  suatu obat  dengan dosis yang  sama,  akan didapatkan  nilai ketersediaan  hayati absolut (= F), yakni fraksi obat yang dapat diabsorpsi dari pemberian ekstravaskuler. lamanya kadar obat berada di atas kadar efektif minimal (KEM), dan intensitas efek dapat digambarkan kadar obat terhadap KEM.

Klirens (Clearance)
                 Di atas telah diuraikan, bahwa parameter-parameter yang lazim digunakan untuk menggambarkan proses eliminasi adalah nilai T1/2 atau Kel (T 1/2 lebih disukai). Namun, sebenarnya nilai-nilai tersebut hanya merupakan apa yang  terlihat saja (penampakan luar), dan didapatkan dari perhitungan matematis yang diturunkan dari perubahan kadar obat dalam darah dari waktu ke waktu. Sebenarnya Kel dan T1/2 tersebut merupakan hasil dari suatu proses yang dinamakan klirens (CL = Clearance), yakni kemampuan tubuh untuk membersihkan darah  dari obat yang termuat di dalam tubuh (= Vd). Bila diformulasikan hubungan antara CL dengan Kel atau T1/2, akan didapatkan persamaan berikut:
CL = Vd x Kel

Klirens, yang secara definitif diartikan sebagai kemampuan tubuh untuk membersihkan darah dari obat per satuan waktu, dapat dibedakan menjadi 3 hal, yakni 1) klirens yang berasal dari kerja hepar sebagai organ metabolisme utama, 2) klirens yang berasal dari kerja ginjal sebagai organ ekskresi utama dan 3) klirens yang berasal dari organ-organ lain.

CL(tubuh total) = CLhepar + Cginjal + CLlain-lain

            Pada kebanyakan obat, hepar dan ginjal memegang peran paling penting dalam proses eliminasi obat, sehingga klirens yang disebabkan organ-organ lain dapat diabaikan, maka didapat persamaan:
CL(tubuh total) = CLhepar + CLginjal

            Pada obat-obat yang eliminasi utamanya melalui metabolisme hepatal (misalnya metronidazol, teofilin, dll.), maka klirens oleh organ-organ lain dapat diabaikan sehingga

CL(tubuh total) = CL(hepar)

Sedangkan obat-obat yang eliminasi utamanya melalui ekskresi ginjal, maka:

CL(tubuh total) = CL(ginjal)

CL(tubuh total) juga dapat dihitung dari persamaan

            Secara ringkas, kemampuan hepar untuk membersihkan darah dari obat persatuan waktu ditentukan oleh kemampuan metabolisme obat oleh hepar dalam sesaat (rasio ektraksi = extraction ratio) dan oleh kecepatan aliran darah yang melalui hepar. Rasio ekstraksi adalah suatu nilai yang menggambarkan fraksi obat yang dapat dimetabolisme oleh hepar pada saat sejumlah obat melalui hepar. Dengan demikian, makin besar rasio ekstraksi, makin besar kemampuan hepar untuk membersihkan darah, sehingga makin sedikit fraksi obat yang masih tertinggal di sirkulasi sistemik. Demikian juga, makin cepat aliran darah yang melalui hepar, makin tinggi kemampuan hepar membersihkan darah dari obat.


Model 2 Kompartemen
Pemberian Obat secara Intravena

Jika suatu obat diberikan dalam bentuk injeksi intravena cepat (IV bolus), seluruh dosis obat masuk ke dalam tubuh dengan segera. Oleh karena itu, laju absorpsi obat diberikan dalam perhitungan. Model kompartemen ganda diperlukan untuk menjelaskan adanya kurva kadar dalam plasma-waktu yang tidak menurun secara linier sebagai suatu proses laju order kesatu setelah pemberian injeksi IV cepat. Dalam model kompartemen ganda, obat didistribusikan dengan laju reaksi yang tidak sama ke dalam berbagai kelompok jaringan yang berbeda. Jaringan-jaringan yang mempunyai aliran darah paling tinggi dapat berkesetimbangan dengan kompartemen plasma. Jaringan-jaringan dengan perfusi tinggi ini begitu juga darah dapat dinyatakan sebagai kompartemen sentral. Sewaktu distribusi awal terjadi, obat dilepaskan ke satu atau lebih kompartemen perifer yang terdiri atas sekelompok jaringan dengan aliran darah lebih sedikit tetapi jaringan-jaringan dalam kompartemen tersebut mempunyai aliran darah dan afinitas yang sama terhadap obat. Perbedaan-perbedaan itu menyebabkan adanya kurva log konsentrasi obat dalam plasma-waktu yang non linier. Setelah terjadi kesetimbangan obat dalam jaringan perifer, maka kurva kadar dalam plasma-waktu mencerminkan eliminasi obat dari tubuh yang mengikuti order kesatu.

Model Kompartemen Dua Terbuka
Dalam model dua kompartemen dianggap bahwa obat terdistribusi ke dalam dua kompartemen. Kompartemen kesatu, dikenal sebagai kompartemen sentral, yaitu darah, cairan ekstraseluler dan jaringan-jaringan dengan perfusi tinggi. Kompartemen-kompartemen ini secara cepat terdifusi oleh obat. Kompartemen kedua merupakan kompartemen jaringan, yang berisi jaringan-jaringan yang berkesetimbangan secara lebih lambat dengan obat. Model ini menganggap obat dieliminasi dari kompartemen sentral.
Konsentrasi obat dalam plasma dan dalam jaringan-jaringan dengan perfusi tinggi yang merupakan kompartemen sentral setelah diinjeksi IV menurun secara cepat karena obat didistribusi ke jaringan lain, yaitu jaringan-jaringan yang diperfusi secara lebih lambat. Penurunan awal yang cepat dari konsentrasi obat dalam kompartemen sentral dikenal sebagai fase distribusi dari kurva. Pada suatu waktu, obat mencapai keadaan kesetimbangan antara kompartemen sentral dan kompartemen jaringan yang diperfusi lebih kecil. Setelah kesetimbangan dicapai, hilangnya obat dari kompartemen sentral merupakan suatu proses tunggal dari order kesatu sebagai keseluruhan proses eliminasi obat dari tubuh.proses kedua ini laju prosesnya lebih lambat dan dikenal sebagai fase eliminasi.
Jika parameter-parameter model ditentukan, kadar obat dalam kompartemen jaringan teoritik dapat dihitung. Konsentrasi obat dalam kompartemen jaringan merupakan konsentrasi obat rata-rata dalam suatu kelompok jaringan dan bukan merupakan konsentrasi obat yang sebenarnya dalam tiap jaringan anatomik. Konsentrasi obat yang sebenarnya dalam jaringan kadang-kadang dapat dihitung dengan penambahan kompartemen-kompartemen ke dalam model sampai diperoleh suatu kompartemen yang menyerupai konsentrasi jaringan percobaan.

Metode Residual
Metode residual (juga dikenal sebagai “feathering” atau “peeling”) adalah suatu prosedur yang berguna untuk mencocokkan suatu kurva dengan data percobaan suatu obat yang menunjukkan pentingnya suatu model kompartemen ganda.

Volume Distribusi
Volume Kompartemen Sentral
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhM8gsFtiTzrvSfDXHulI0EYvVLtxrbuvG2x2Z6XLLvQQTi0FMHmz9ObPmMopF7gq7Ikyo_i6LXg15VcUJZ8217pJdx-27HZg9tnSsinF4u2nMbZ2dswHCsuJ3jm8IR7ZC9ZFI5BRiIQnM/s200/vol.+komp+sentral.JPG

Vp     = volume kompartemen sentral (ml)
Do     = jumlah obat yang masuk ke dalam tubuh (mg)
Cpo   = konsentrasi obat mula-mula (µg/ml)

Volume Distribusi pada Keadaan Tunak,
Pada keadaan tunak, laju obat yang masuk ke dalam kompartemen jaringan dari kompartemen sentral adalah sama dengan laju obat yang keluar dari kompartemen jaringan ke dalam kompartemen sentral.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgQf6_MMAw1wR2MMJnGAR4BshSXlzA83_AC5oSK5F2lPKvzECwVQEToHpera-k0BYa_gILqzmKG4pHAOANMSw1AQ2IlVJsAY-UTChocVnX6m9K6h5j16Uu1x228KV5ScZ2TB92ll0rZKG4/s200/vd+ss.JPG

Volume Distribusi yang Diekstrapolasikan
Persamaan ini menunjukkan bahwa suatu perubahan dalam distribusi obat yang teramati dengan adanya perubahan dalam harga Vp, akan mencerminkan perubahan (Vd)eksp.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhmu8Z76yb0gotmF-MpdQoxE6PCPx_nv4ibLbdchtpLPU3_6_HwP2E44wuj8R4STEQ_X8h-6JXTYbyXhBXeFbJqp0JYGf73w-SdG6UQwZvILuyhuw8J8uBQXUZPTnQSNoyj0KvSkiGVlHk/s200/vd+eksp.JPG

Volume Distribusi dengan Area,
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhm9uJ-R8VYOLTuEOBHJnIMbxdoEIlYFt0dLr0rJ4ozERwNS5vO30uNC7mdQkLgNKDodmBDnF144EO0ychLA4ea6taDPGR9tSMscjqBfaNO6klwz7nC_PauPV0_Bl9UO2f6K7BsLNfkiQM/s200/Vd+beta.JPG

Obat dalam Kompartemen Jaringan,
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjFhJYSNuy-rOWUmAdWJncc3TXLZtDy97gT7E8Pshlf-Qqu90Vv55QmV5qdg9-cSShGLTYXSakM0spEEhn3U4fA7BinBlPYfLvvBEQPV1KHWf0coBu3KFB97ykTFc0Oea9IppGEFAt4zyQ/s200/Dt.JPG

Tidak ada komentar:

Posting Komentar